Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

11 Agu 2012

Siapa Menabur, Dia Menuai

  • i
Konon pada suatu masa di sebuah kota kecil, hidup dua orang pemuda. Mereka memang cukup ganteng dan populer. Akan tetapi, di sisi lain mereka adalah cowok yang cukup bandel, liar, dan tidak pernah menghormati orang lain – sekalipun dilahirkan dari keluarga yang cukup terhormat.
Sampai kemudian mereka melakukan hal yang serius: mencuri domba dari peternak setempat. Hal ini merupakan kejahatan yang cukup besar di masyarakat penggembala tersebut. Meski berusaha menyembunyikan kejahatan itu, namun kedua cowok itu tertangkap juga.
Karena malu, para orangtua kedua cowok itu segera mengusir dari rumahnya. Para penggembala pun mulai berunding untuk menentukan hukuman apa yang paling cocok bagi mereka. Akhirnya mereka memutuskan untuk memberi tato di jidat kedua cowok itu dengan tulisan “ST”, singkatan dari “Sheep Thief” (pencuri domba). Karena bersifat permanen, maka tato ini akan kelihatan di dahi mereka seumur hidup.
Salah seorang cowok itu malu dengan tato tersebut dan meninggalkan kota kecil. Tidak pernah ada kabar beritanya lagi. Sedangkan yang seorang lagi memilih tetap tinggal di kota itu. Dengan penyesalan mendalam dan tekad untuk memperbaiki hubungan dengan masyarakatnya, ia mulai berbuat baik, terutama kepada warga yang pernah ia rugikan sebelumnya. Beberapa kali perbuatan baiknya ini malah menimbulkan kecurigaan dari masyarakat setempat, tetapi ia tak peduli. Terus berbuat baik tanpa pernah memikirkan imbalan.
Setiap kali ada yang sakit, pencuri domba itu datang untuk merawat si sakit, membuatkannya bubur hangat dan menghiburnya dengan berbagai cerita-cerita lucu. Setiap ada kesibukan dan perayaan, pencuri domba itu selalu membantu dengan sukarela. Ia tidak pernah memperhatikan apakah yang dibantunya itu kaya atau miskin. Kadang ia menerima tanda ucapan terima kasih, entah makanan maupun uang – tetapi lebih sering ia tidak pernah menerima apapun atas segala bantuannya – dan ia memang tidak pernah memperdulikan hal itu.
Beberapa puluh tahun kemudian, seorang turis datang ke kota itu – kota yang terkenal dengan udaranya yang sejuk dan kehidupan pedesaan yang masih alami. Ketika singgah pada sebuah warung di pinggir jalan, pelancong itu melihat seorang lelaki tua, dengan tato “ST” di jidatnya – sedang duduk di kursi goyang. Mata teduh orang tua itu tertuju pada ribuan domba di ladang samping rumahnya yang cukup megah di desa itu.
Turis itu juga memperhatikan bagaimana orang-orang yang lewat di depan rumah itu selalu menyempatkan diri untuk bercakap-cakap dengan orang tua itu – dan menunjukkan sikap yang sangat hormat, seolah-olah orang tua itu adalah bapaknya sendiri.
Ia juga melihat banyak sekali anak-anak yang bermain di halaman rumah yang tidak memiliki pagar itu. Turis mengamati, sesekali anak-anak itu menghentikan permainan mereka dan memeluk mesra orang tua itu.
Karena penasaran, orang asing itu bertanya kepada pemilik warung, “Apa arti huruf ST yang tertulis di jidat orang tua itu ?”
Jawab pemilik warung, “Saya tidak tahu. Kejadiannya sudah lama sekali ...” sahut pemilik warung. Setelah terdiam sejenak untuk merenung, pemilik warung tersebut melanjutkan, “... Mmm, menurut saya tulisan itu singkatan dari kata ‘Santo‘.“
Apa pun yang kau berikan kepada alam, suatu saat alam akan mengembalikannya, lengkap dengan bunga-bunganya … Sumber

0 comments:

Posting Komentar