Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

26 Mei 2012

Sukses Tak Selalu Jadi Tolak Ukur Bahagia

  • i
" Mereka yang memiliki sikap ambisius tinggi justru sering memiliki usia yang lebih pendek."
Kita sering berpikir bahwa menjadi ambisius itu baik. Ambisius adalah salah satu cara untuk mendapatkan kesuksesan, kejayaan, kekuasaan. Ada benarnya, karena ambisius yang sesuai takaran akan membawa seseorang pada kesuksesan sekaligus kebahagiaan. Tetapi tahukah Anda, semua hal yang berlebihan tak pernah baik, demikian halnya dengan sifat ambisius yang dimiliki seseorang.
Menurut Merriam Webster, ambisius diartikan sebagai orang yang memiliki keinginan atau bersemangat untuk mendapatkan pangkat, ketenaran atau kekuasaan. Bahkan menurut Journal of Applied Psychology, orang-orang yang ambisius ternyata tidak lebih bahagia dibandingkan mereka yang cenderung santai dalam hidupnya. Tak hanya itu, mereka yang memiliki sikap ambisius tinggi justru sering memiliki usia yang lebih pendek.
Memang, tekun dan ambisius itu penting, tetapi demi kebahagiaan dan kesehatan Anda, ada waktunya di mana Anda harus memiliki waktu beristirahat sambil mencium aroma bunga mawar, demikian yang ditulis Dr. Catherine Birndorf pada majalah Self. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda cukup ambisius? Jawablah pertanyaan berikut ini:
  1. Setelah sukses besar (misalnya proyek sukses, mendapat kenaikan gaji, mendapat jabatan yang lebih tinggi), Anda akan langsung berpikir "Baiklah, apalagi selanjutnya yang bisa saya dapatkan?".
  2. Anda berhasil pada karir atau usaha tertentu, tetapi tidak dalam bidang yang lain?
Jika Anda menjawab "Ya" pada dua pertanyaan tersebut, maka sudah saatnya Anda mencari keseimbangan dalam hidup. Lakukan dengan memulai dua langkah berikut:
Mulailah membuat daftar! Tuliskan semua hal yang membutuhkan komitmen Anda di tempat kerja atau usaha apapun yang sedang Anda lakukan. Kemudian, urutkan mana yang menjadi prioritas Anda, mana yang benar-benar harus Anda lakukan, apa yang hanya ingin Anda lakukan. Dengan begitu, Anda bisa mengatur waktu dan mempertimbangkan skala pencapaian yang ingin Anda dapatkan.
Setelah menyelesaikan prioritas Anda, coba lihat apa saja yang sudah Anda lewatkan dalam hidup Anda demi menyelesaikan prioritas tersebut. Anda selalu kehabisan waktu untuk bercengkerama bersama keluarga atau sahabat? Tak ada salahnya kembali menemui mereka di akhir pekan dan bersenang-senang, setidaknya sekali dalam seminggu.
Menciptakan keseimbangan dalam hidup akan membuat Anda lebih berenergi dan mengisi kebahagiaan Anda. Percayalah, kebahagiaan Anda yang diberikan dari orang lain akan melancarkan karir dan pencapaian Anda dalam jangka waktu yang panjang. Sumber

Anak Melupakan, Ibu Menghilangkan

  • i

Untuk Anda, yang sering bermasalah dengan Ibu.


" Ketika anak merasa cintanya akan aman dengan melupakan masalah, Ibu tidak hanya melupakan, tapi menghilangkan seluruhnya."
Lagi-lagi harus berkonfrontasi dengan Ibu. Salah satu hal pergulatan batin terpahit dalam hati, bukan karena masalah yang harus dipecahkan, tapi karena sosok yang tak bisa ditentang ini. Bagaimana bisa berkomunikasi yang lugas dan jujur dengan sosok yang memegang 'kekuasaan' tertinggi? Semua perkataan harus dijaga agar hatinya tidak terluka, agar sebongkah rasa bersalah tidak tumbuh dan tumbuh seperti tumor di jiwamu.
Begitulah, kali ini masalahnya sepele saja, tapi Ibu merasa ada perkataan yang sangat menyinggung hatinya ketika masalah itu dibahas. Masalah teknis pun menjadi masalah hati dan Ibu memutuskan tidak mau lagi berbicara dengan anak perempuannya.  Oh, ayolaaah... masih banyak urusan yang harus ditangani segera dan menyangkut banyak penghidupan orang lain! Dan perseteruan itu berlangsung berbulan-bulan lamanya.
Sebenarnya aksi perdamaian sudah dilakukan sebagai bentuk pernyataan siapa yang lebih dewasa dari siapa, tapi sosok yang 'berkuasa' tidak menyerah demikian mudah. Bahkan mungkin semakin sakit hatinya karena peperangan yang dikobarkan tidak separah yang seharusnya terjadi. Beginilah pikiran seorang anak. Untuk orang yang sering bermasalah dengan ibunya, pikiran seperti ini berseliweran sesering para remaja mencek laman jejaring sosial mereka.
Tetesan air di sebuah batu lama-lama akan melubangi batu tersebut, begitu pula usaha perdamaian yang tidak pernah dihentikan secara sepihak dalam kasus ini. Akhirnya tiba juga saat yang sudah letih diharapkan, Ibu menyapa dan membuka percakapan. Perbaikan hubungan ini menggembirakan, tapi setiap kali hendak bersikap 'seperti dulu dan sehangat ketika tidak ada konflik' ada keraguan, takut ditolak dan curiga jangan-jangan perseteruan yang mulai mencair ini punya syarat ini-itu atau batasan itu dan ini.
Apa yang terjadi berikutnya, menjadi kunci jawaban untuk hubungan ibu dan anak yang sama-sama cadas ini. Di tengah pikiran yang sibuk dengan kecurigaan, terselip pertanyaan bagaimana Ibu yang demikian keras bisa meluluhkan harga dirinya dengan kembali bersikap hangat seakan tidak ada apa-apa? Bahkan Ibu bersikap sangat baik sebagaimana dirinya ketika tidak ada konflik dengan anak perempuannya. Kecurigaan si anak menjadi jawaban itu sendiri.
Anak mungkin tidak memulai masalah, dengan kata lain, oke.. memang Ibu yang menjengkelkan dan menyebabkan masalah. Mudah saja bagi anak untuk melupakan masalah itu dan bersikap seakan tidak ada apa-apa, tapi ada saat-saat tertentu ketika masalah itu kembali muncul di ingatan dan perasaan jengkel yang sama masih ada.
Ibu mungkin memang menjengkelkan, tapi selalu tulus dan total meluluhkan hatinya. Ketika beliau tersenyum dan memeluk anaknya kembali, segala masalah yang menyakiti hatinya itu hilang. Walaupun ada sedikit ketakutan akan ditolak dan tidak dimaafkan oleh anaknya, tapi Ibu selalu lebih berani untuk mengungkapkan cinta daripada seorang anak pada ibunya. Ketika anak merasa cintanya akan aman dengan melupakan masalah, Ibu tidak hanya melupakan, tapi menghilangkan seluruhnya. Sumber

Harga Anak Anjing Yang Cacat

  • i
Di sebuah toko hewan yang menjual berbagai jenis anjing peliharaan, terpajang sebuah pengumuman yang menyatakan bahwa ada beberapa anak anjing berusia sebulan yang siap dijual. Melihat pengumuman itu, seorang anak laki-laki, masuk ke dalam toko kemudian bertanya, "Berapa harga anak anjing yang Anda jual?" kemudian sang pemilik toko menjawab, "Satu anak anjing bisa diberi harga 500 ribu sampai 700 ribu rupiah,"
Anak laki-laki itu kemudian mengambil beberapa lembar uang yang ada di dalam saku celananya, "Uangku hanya lima puluh ribu, apakah aku boleh melihat-lihat anak anjing yang Anda jual?"
Pemilik toko anjing itu tersenyum dan tidak keberatan, dia segera bersiul dan muncul beberapa ekor anjing yang berlarian menuju sang pemilik toko. Dari beberapa ekor anak anjing tersebut, ada salah satu anak anjing yang berjalan sedikit pincang dan tertinggal di belakang. "Anak anjing itu kenapa?" tanya sang bocah.
Sang pemilik toko kemudian menjelaskan bahwa anak anjing itu memang mengalami cacat fisik sejak lahir, pada salah satu kaki belakangnya. "Kalau begitu, aku mau membeli anak anjing itu," kata sang anak laki-laki.
"Aku sarankan agar kau tidak membeli anak anjing cacat itu, tetapi kalau kau menginginkannya, aku akan memberikan secara cuma-cuma," ujar sang pemilik toko.
Wajah anak laki-laki itu tampak kecewa. "Aku tidak mau kalau Anda memberikan anak anjing itu secara cuma-cuma. Sekarang saya hanya punya uang lima puluh ribu, aku akan mencicil membayarnya dengan uang sakuku," ujarnya dengan suara yang yakin dan mantap.
"Nak, kenapa kau ingin membeli anak anjing cacat itu? Dia tidak bisa berlari dengan cepat, tidak bisa melompat dengan gesit dan bermain seperti anak anjing lainnya," ujar sang pemilik toko.
Setelah terdiam beberapa detik, anak laki-laki itu menarik ujung celana panjang yang dia pakai. Tampak sepasang kaki yang terbuat dari bahan metalik, sepasang kaki palsu. "Aku juga tidak bisa berlari dengan cepat, tidak bisa melompat dengan bebas seperti anak-anak lainnya. Karena itu aku tahu bagaimana rasanya, dan anak anjing itu membutuhkan seseorang yang mengerti bagaimana rasanya menjadi sosok yang--aku lebih suka menyebutnya spesial dibandingkan cacat,"
Pemilik toko langsung terharu dan mengatakan, "Aku akan berdoa agar anak-anak anjing yang lain bisa memiliki majikan sebaik dan sehebat dirimu, nak." Sumber

Ketika Twitter Mengambil Kehidupan Anda

  • i
Internet, sebuah sarana yang dapat mendekatkan yang jauh, sekaligus menjauhkan yang dekat. Anda yang sudah akrab dengan internet, setiap hari menggunakannya dan menjadi salah satu pengguna media sosial tentu sudah menikmati tekhnologi ini. Bertukar informasi semakin cepat dan mudah, semua ada dalam genggaman. Tetapi tahukah Anda, jika dirasakan lagi, mungkin sebagian dari Anda merasa bahwa ada kehidupan yang terpotong atau hilang karena sosial media, khususnya Twitter.
Sebuah penelitian dari University of Chicago seperti dilansir oleh Self menunjukkan bahwa dorongan untuk segera menuliskan sesuatu di Twitter lebih sulit untuk ditahan ketimbang keinginan untuk merokok atau mengonsumsi minuman beralkohol. Para pengguna Twitter yang hanya memakai media 140 karakter sangat sulit untuk menahan diri untuk menginformasikan sesuatu (penting ataupun tidak penting) secara cepat, mudah dan dapat diakses semua orang dalam dunia maya, demikian yang ditunjukkan penelitian.
Berkicau di Twitter memang menyenangkan dan tidak berbahaya (selama Anda dapat menjaga tulisan dari unsur yang mengundang emosi followers). Hanya saja, yang pasti, ada waktu di mana Anda harus menahan keinginan untuk memperbarui status Anda. Dalam beberapa kasus yang sering terjadi, jika Anda terus menerus mengetik status di ponsel Anda, maka sesungguhnya hubungan Anda dengan orang di dunia nyata akan semakin renggang. Jika Anda bersama sahabat lebih sering berbincang melalui Twitter satu dan yang lain, maka kemungkinan besar Twitter telah menghilangkan waktu yang sebenarnya bisa Anda gunakan untuk memelihara hubungan yang nyata.
Terdengar akrab dengan kehidupan Anda? Berarti sudah waktunya Anda mengurangi kecanduan ini, mulai dari diri Anda sendiri.
Anda membayar banyak waktu untuk terus mengikuti apa yang sedang terjadi di timeline Twitter, maka tahan keinginan Anda jika Anda harus memusatkan perhatian pada orang-orang nyata yang ada di sekitar Anda. Tahan keinginan Anda untuk memposting sesuatu dalam jarak yang dekat, pasti tidak menyenangkan jika Anda terus berkutat dengan handphone di saat makan bersama teman, keluarga atau kolega, tinggalkan handphone Anda di dalam tas! Anda harus mulai bisa membangun zona bebas Twitter di saat Anda harus membangun komunikasi di dunia nyata. Percayalah, followers Anda bisa menunggu hingga jam makan Anda selesai.
Kesimpulan dari artikel ini adalah, tahan keinginan Anda untuk terus memantau timeline atau berkicau di Twitter. Pastikan bahwa aktivitas Anda di dunia maya, khususnya sosial media tidak sampai mengganggu kehidupan Anda di dunia nyata. Menjaga kualitas bersama orang-orang yang dekat dengan Anda dan ada di sekitar Anda adalah hal yang utama Sumber

Antara Pasir dan Batu

  • i
" Bila ditanya, hal apa yang terpenting di dalam hidup Anda. Apa jawabannya?"

Sulit rasanya memilih salah satu hal untuk dijadikan yang terpenting di dalam hidup. Kalau dipikir-pikir, semuanya penting. Keluarga itu penting. Pekerjaan itu penting. Tetapi, sebenarnya ada satu hal yang terpenting di dalam hidup. Mau tahu jawabannya?
Pada suatu ketika, seorang mahasiswa tertegun dan tak beranjak dari ruang kelasnya. Ia sengaja menunggu teman mahasiswa lainnya keluar untuk berbincang-bincang dengan profesor, pengajarnya. "Pak profesor, boleh saya berbincang sebentar dengan bapak?" tanyanya. Dengan ramah sang profesorpun mengesampingkan buku dan perlengkapan yang hendak dibereskan. Menarik kursi dan duduk dalam posisi mendengarkan. "Silahkan, saya punya banyak waktu untuk mendengarkan," katanya sambil tersenyum.
"Pak, kemarin saya membaca sebuah kalimat yang mengganggu pikiran saya. Saya disuruh memilih satu hal yang terpenting di dalam hidup saya. Tapi saya bingung harus menjawab apa, kalau dipikir-pikir kan semuanya itu penting. Keluarga saya penting, pacar saya itu penting, teman-teman saya penting, hobby futsal saya penting, pekerjaan saya juga penting. Lantas saya harus memilih yang mana dong Pak?" tutur mahasiswa itu dengan wajah cemas.
Disambut dengan tawa, sang profesorpun beranjak dari kursinya menuju lab kecil di belakang mejanya. Diambilnya 3 buah toples. Satu toples kosong, tak ada isinya. Satunya lagi berisi batu dan yang lain berisi pasir. Toples itu kemudian diatur di meja.
"Nah, kamu lihat ini apa?"
"Ini toples, Pak prof. Tapi untuk apa toples-toples ini?"
"Anggap saja toples kosong ini adalah kamu. Sedangkan batu-batu ini hal-hal besar yang sangat penting di kehidupan seseorang, seperti keluarga, pasangan hidupmu, temanmu, kesehatanmu, anak-anakmu kelak. Sedangkan pasir ini adalah hal-hal yang kau anggap penting lainnya, seperti pekerjaan, rumah, mobil, yah hal-hal kecil yang juga sebenarnya penting untukmu."
"Lalu, prof?" si mahasiswa tampak masih tak mengerti dan penasaran.
"Sekarang coba masukkan pasir ke dalam toples yang kau anggap dirimu tadi, isilah hingga penuh." Kemudian si mahasiswa mengisi penuh toples kosong dengan pasir.
"Nah, kini masukkan batu-batu ke dalamnya," kata profesor.
"Ah, Anda bercanda prof. Toplesnya kan sudah saya isi dengan pasir dan penuh. Bagaimana bisa saya memasukkan batu ke dalamnya?"
"Nah, itulah yang saya maksud. Apabila kau mengisi hidupmu dengan hal-hal kecil yang kau anggap penting terlebih dahulu, maka hal-hal besar yang juga penting ini tak punya tempat lagi. Coba kau balik, isilah terlebih dahulu toples ini dengan batu. Kau masih bisa mengisinya dengan pasir, bukan?"
Si mahasiswapun mengangguk dan mengerti. Bagaimanapun, keluarga, kesehatan, pasangan, teman, adalah hal yang jauh lebih penting ketimbang pekerjaan, mobil, harta benda, dan lain sebagainya. Kita boleh bekerja keras demi membeli rumah mewah, mobil mewah dan barang-barang mewah untuk menyenangkan hati dan keluarga. Namun, akan jauh lebih membahagiakan apabila kita punya waktu yang lebih banyak untuk mereka.
Mulai saat ini, utamakan 'batu-batuan' di dalam hidup, kemudian sisanya, masukkan pasir ke dalam hidupmu. Itulah yang dinamakan kebahagiaan. Sumber

Makna Memberi Dari Sepasang Sarung Tangan

  • i
Memberi adalah soal niat dan tindakan, bukan karena kuantitas. Bukan karena memiliki sesuatu yang berlebihan, yang tidak mampu dihabiskan sendirian maka kita memberikannya pada orang lain. Bukan pula karena kita tidak lagi membutuhkan barang itu, atau tidak menyukainya sehingga barang itu diberikan ke orang lain.

Kimberly Harding selalu menyediakan uang $3 di dalam mobil dan juga dalam kantong bajunya untuk diberikan pada peminta-peminta yang datang padanya dan meminta sedikit belas kasihan. Tiga dolar adalah jumlah yang tidak seberapa, namun bagi para homeless yang mengira hanya akan mendapatkan 25 sen, uang sejumlah itu cukup banyak. Ditambah dengan jawaban yang riang dan sesekali pelukan dari Kimberly, mereka sangat senang dengan uang yang bagi banyak orang tidak seberapa itu.

Selain menyediakan uang pecahan kecil, Kimberly juga selalu membawa barang-barang yang mungkin akan mereka perlukan. Di negeri empat musim, hangatnya matahari hanya bisa dirasakan di bulan-bulan tertentu dalam satu tahun. Sisanya, adalah udara dingin dan kadang-kadang hujan yang tidak ramah bagi kaum homeless ini. Maka Kimberly membawa juga topi, kaos kaki, sarung tangan dan payung, juga sepaket kebutuhan pribadi seperti sikat gigi, pasta gigi, sisir, band-aids, aspirin dan juga makanan instan yang bisa disimpan dan digunakan kapan saja. Barang-barang itu dibawa dan disediakan Kimberly seperti memenuhi kebutuhannya sendiri. Sudah menjadi kebiasaan baginya untuk selalu menyediakan barang-barang tersebut.

Suatu kali, Kimberly dikejutkan oleh seorang wanita muda. Saat itu udara mulai dingin, dan Kimberly memberikan uang 3 dollar dan sebuah topi pada wanita itu untuk menghangatkan kepalanya. Kimberly sendiri tidak mengenakan sarung tangan karena merasa udara belum cukup dingin. Biasanya, orang yang diberi uang oleh Kimberly langsung mengatakan terima kasih dan beranjak pergi, atau tersenyum riang saja; tapi wanita ini bergegas ke kantong bawaannya dan meminta Kimberly untuk menunggu.

Dia kembali lagi dengan sepasang sarung tangan cadangan miliknya dan memberikan sarung tangan itu pada Kimberly. Tentu saja wanita ini lebih membutuhkan sarung tangan itu. Bagaimana jika sarung tangan yang dipakainya basah dan dia harus mengganti sarung tangannya? Namun inilah makna 'memberi' yang sesungguhnya. Memberi bukan menyingkirkan barang yang tidak kita senangi, bukan menghibahkan barang yang tidak kita pakai (atau malah barang yang sudah rusak!) pada orang lain; memberi adalah niatan dari hati kita untuk membuat orang lain lebih nyaman dan lebih baik.

Kimberly menyimpan sarung tangan itu, dan menjadikannya berkat bagi kaum papa lainnya ketika dia bertemu seseorang yang juga membutuhkan sarung tangan. Demikian rantai kasih sebenarnya tidak berhenti hanya karena Anda tidak mampu atau tidak berkecukupan, selama ada cinta, niatan dan tindakan untuk membuat orang lain lebih bahagia, Anda selalu bisa untuk member Sumber

Takut Bayangan Sendiri

  • i
Sebagai siswa baru Untung kerap mendengar isu-isu yang mengerikan. Katanya di perguruan itu ada hantu berwujud “suster kesot” (suster yang jalannya pakai pantat), “suster tanpa wajah” (mukanya rata), dan macam-macam isul lainnya.
Bagi angkatan Untung, isu itu menjadi semakin mengerikan ketika berkembang berita, ada hantu yang setiap malam berkeliaran di ruang tidur. Beberapa orang kawan Untung ada yang mendengar suara seseorang berjalan di tengah malam. Bunyi suara itu seperti suara gesekan kaki dengan sandal jepit yang masih basah. “Kriet! Kriet! Kriet!”. Mula-mula para siswa, terutama Untung tidak percaya. Tetapi suatu malam, Untung terbangun. Dalam keheningan malam, Untung mendengar suara aneh itu. Bulu kuduknya berdiri.
“Wah, benar nih ada suara itu!” Untung membangunkan teman sebelahnya. Dia juga mendengar suara yang sama. Untung dan temannya semakin merinding. Gosip tentang hantu pun semakin santer. Hampir setiap malam para siswa tidak tidur dan setiap kali mendengar suara itu. Namun, mereka tidak melihat apa-apa. Karena takut, ada yang berbondong-bondong berdoa di tempat doa.
Suatu malam, ada di antara para siswa yang penasaran. Dia turun dan melacak suara tersebut. Semakin dekat semakin dekat, sumber suara itu pun akhirnya diketahui. Ternyata suara itu bukan suara hantu yang sedang berjalan dengan sandal jepit basah, melainkan suara kertak gigi salah seorang siswa. Setiap kali tidur malam, sesekali dia mesti mengeluarkan suara kertak gigi yang sangat keras. Sejak itulah, para siswa tidak lagi ketakutan.
Yang paling menakutkan dalam hidup ini adalah manakala kita membayangkan segala sesuatu yang sudah, sedang, dan akan terjadi sebagai sesuatu yang mengerikan, buruk, jelek. Singkatnya, pikiran negatif terhadap peristiwa yang kita alami kerap kali membuat diri kita terpenjara oleh gagasan kita sendiri. Ketakutan-ketakutan kita biasanya lebih merupakan bayangan-bayangan kita sendiri. Sumber

Semua Terlihat di Lidah

  • i
Seorang rahib memeriksakan kesehatannya pada seorang dokter.
“Tolong, julurkan lidah Anda,” perintah sang dokter.
“Mengapa lidah?” tanya sang rahib yang memang belum pernah bersekolah.
“Karena dari lidah dapat didiagnosis baik atau tidaknya kesehatan seseorang. Nah, lidah Anda baik. Itu pertanda bahwa Anda kemungkinan besar sehat.”
Sebelum sang rahib pulang, dokter itu ganti bertanya.
“Bagaimana caranya agar hidup saya tidak terasa kering?”
“Periksalah lidah Anda,” jawab sang rahib.
“Mengapa lidah?” tanya sang dokter yang sedikit tersinggung karena merasa dipermainkan.
“Karena dari lidah pula dapat diketahui sehat atau tidaknya kehidupan seseorang.” Sumber

Jangan Hanya Berpikir Kesulitan

  • i
“Sampaikanlah surat undangan ini ke pertapaan kenalan kita,” perintah seorang guru kepada salah seorang muridnya.
“Guru, sebaiknya Guru menugasi murid lain yang sudah berpengalaman saja. Jangan saya,” jawab sang murid, “Saya takut tersesat. Lagi pula, bagaimana kalau di tengah perjalanan nanti turun hujan badai? Di mana saya harus berteduh kalau nanti tidak ada gubuk atau pepohonan? Bagaimana kalau nanti ada petir menyambar saya?”
“Muridku yang baik,” sahut sang guru, “kalaupun kamu nanti tersambar petir, percayalah, kamu tidak akan lagi merasa takut.”
Orang yang maju tanpa mempertimbangkan masalah yang mungkin muncul tertentu akan menghadapi kesukaran-kesukaran yang tak terduga. Namun orang yang hanya memikirkan kemungkinan masalah semata-mata niscaya akan sulit maju. Sumber

Rendah Hati dan Kesombongan

  • i
Wartasuka sedang membuat cerita pendek untuk dikirimkan ke sebuah majalah. Pak Panurata kebetulan berkunjung ke rumahnya.
“Sedang membuat cerpen, ya?”
“Betul, Bapak ingin membantu mengoreksi naskah saya?”
“Wah, maafkan saya. Saya ini termasuk orang bodoh dalam soal menulis cerpen. Sejak menjadi juara menulis naskah drama radio, saya tidak lagi menulis cerpen. Talenta saya kini hanya sekadar menulis novel dan skenario film. Maaf, ya.”
Di balik ungkapan kerendahhatian kadang bertimbun kesombongan. Sumber

Dalam Keadaan Terjepit

  • i
Suatu sore, Untung diajak Pak Ketua ke sebuah lingkungan. Untuk mencapai lingkungan itu harus mendaki bukit yang cukup tinggi. Biasanya jip Pak Ketua ditinggal di kaki bukit, sebab memang tidak mungkin dinaiki sampai atas, tempat mereka mengadakan pertemuan. Seperti biasa, selesai pertemuan, para tamu diberi suguhan ala tempat itu. Cirinya: porsinya banyak, dan harus dihabiskan.
Saat itu perut Untung terasa sakit. Ia ingin buang air besar, tetapi ia tahan-tahan. Tibalah saat yang paling mengerikan, ketika Untung harus menghabiskan suguhan nasi ketan yang menggunung di piring. Prinsip harus dimakan habis, kalau tidak akan menyinggung perasaan tuan rumah, tidak bisa dielakkan oleh Untung. Sehabis makan, Untung gelisah bukan main karena sudah tidak tahan dengan proses perutnya. Keringat dingin mulai mengalir di sekujur tubuhnya.
Untung tahu bahwa penduduk di situ tidak biasa dengan WC. “Pak, apakah di sini ada sungai! Perut saya sakit! Enggak tahan nih!” tanya Untung kepada Pak Ketua yang mengajak Untung. Pak Ketua hanya terkekeh mendengar pertanyaan Untung. Untung menangkap tawa beliau dan geli sendiri. Tentu saja, di atas pegunungan seperti daerah yang dikunjungi itu tidak ada sungai. Apalagi waktu itu musim kemarau.
“Nih, genggam erat-erat!” kata beliau sambil memberikan kerikil kepada Untung.
Kerikil digenggamnya erat-erat. Untung tidak berpikir, bahwa semakin erat menggenggam kerikil, berarti dia makin ngeden (mengejan). Tentu saja, hal itu membuat Untung semakin tidak tahan. Akhirnya, Untung lari keluar dan mencari tempat aman di lereng bukit. Di balik bongkahan batu yang besar Untung membereskan “penyakitnya”.
Saat mereka pulang, mereka melewati kawanan kambing yang berkeliaran di sepanjang jalan menuju kaki bukit. Tiba-tiba saja ada seekor anak kambing yang mengembik, persis saat Untung lewat di sampingya.
“Nah, kamu diejek anak kambing tuh! Dengar suara kambing itu ‘ngie…yeeek!’ Ya kan?”
Teman-teman yang mengetahui keadaan Untung langsung terpingkal-pingkal.
Pepatah mengatakan, “Tak ada rotan, akar pun jadi!” Dalam keadaan terjepit, kita memang ditantang untuk menggunakan akal kita, tanpa harus merugikan orang lain. Sumber

Dalang atau Wayang?

  • i
Di kantor Cahaya Untung ada pergantian direktur. Sebagai acara perpisahan, sang mantan direktur merencanakan pertunjukan wayang. Ia menghubungi seorang dalam kondang dan memintanya mementaskan kisah yang melambangkan berbagai keberhasilan sang direktur selama memimpin perusahaan.
“Maaf, Pak Direktur, saya tidak sanggup.”
“Apakah karena imbalannya kurang sesuai?”
“Bukan masalah uang, Pak Direktur.”
“Lalu mengapa?”
“Saya kesulitan untuk mencari tokoh cerita yang sesukses Bapak, yang penuh keberhasilan tanpa kegagalan. Bahkan tokoh yang terbaik dalam pewayangan pun punya kelemahan dan pernah mengalami kegagalan. Maaf, Pak Direktur. Dengan segala macam pesan Bapak yang harus saya sampaikan dalam lakon nanti, justru saya yang akan menjadi wayangnya!” Sumber

Semakin Biasa Semakin Asyik

  • i
Turun dari puncak Gunung Ungaran sangatlah melelahkan. Jalan panjang dan panas harus dilalui. Tenaga sudah habis. Bekal juga sudah habis. Setelah hampir mencapai kaki gunung, memang tampak pemandangan yang sangat indah. Sungai mengalir. Kiri kanan jalan tampak sayur-mayur yang sedang dipanen oleh para petani.
Salah satu panenan yang sedang dipetik adalah lobak. Lobak adalah sejenis umbi yang warnanya menarik, seperti mentimun. Dalam keadaan capek dan haus, melihat lobak yang sedemikian menarik itu, Untung semakin haus.
“Bu, ini enak enggak dimakan?” tanya Untung sambil menunjuk lobak yang bertumpuk-tumpuk di tepi pematang sawah.
“Oh, enak Mas! Rasanya seperti mentimun!” sahut ibu itu.
“Boleh saya minta satu saja?”
“Boleh!”
Untung pun segera mengambilnya, dibersihkan dan dibrakotnya lobak tersebut! Begitu mengunyah, Untung lantas gebres-gebres. Ternyata, rasa lobak di lidah dan mulut Untung begitu asing! Pedas-pedas gimana, membuat bibirnya menjadi gatal-gatal! Pokoknya tidak karuan rasanya! Sama sekali tidak seperti mentimun rasanya! Teman-teman Untung hanya cekikikan melihat ulah Untung.
“Wah, malah makin haus!”
“Berarti kamu belum terbiasa makan lobak!”
“Lo kamu pernah makan lobak?”
“Ya pernah!”
“Kenapa kamu tidak memberi tahu aku?” protes Untung.
“Saya kira kamu sudah biasa makan,” jawab temannya ringan.
Yang enak bagi seseorang, belum tentu enak bagi orang lain! Orang dibentuk oleh kebiasaan-kebiasaan yang dibuatnya. Yang biasa makan lobak, lobak begitu enak ibarat apel. Namun, bagi yang tidak biasa, lobak memang tidak enak. Semakin biasa semakin asyik. Demikian pula dalam hidup rohani. Semakin biasa kita berdoa, merenung, membaca ayat-ayat suci, hal-hal itu juga akan mengasyikkan dalam kehidupan kita. Beranikah kita mencoba masuk dalam kebiasaan-kebiasaan itu? Sumber

Bebas Karena Jaksa Alpa

  • i
Seorang pria malang tewas terlindas kereta saat ia dengan sepeda motornya melewati sebuah persimpangan rel kereta api. Sehubungan dengan itu, orangtuanya menggugat Jawatan Kereta Api sebagai pihak yang bertanggung jawab. Hal itu pasti tidak akan terjadi kalau penjaga rel tidak ceroboh.
Dalam sidang pengadilan, sang penjaga rel dipanggil sebagai saksi kunci. Jaksa penuntut umum mengajukan beberapa pertanyaan;
“Apakah Saudara benar-benar melaksanakan tugas pada saat peristiwa itu terjadi?”
“Apakah Saudara sudah membawa lentera tanda berhenti?”
“Apakah, sesuai prosedur, Saudara juga mengayun-ayunkan lentera tersebut pada setiap pemakai jalan?”
Di bawah sumpah, semua pertanyaan itu dijawab oleh sang penjaga dengan tegas dan benar. Akhirnya pengadilan memutuskan, membebaskan pihak tergugat dalam hal ini Jawatan Kereta Api dari segala tuduhan.
Beberapa hari kemudian direktur Jawatan KA berkunjung ke rumah sang penjaga rel, Jarwis. Ia mengucapkan beribu terima kasih kepada sang pegawai yang telah menyelamatkan muka PJKA.
“Pak Jarwis, tolong ceritakan bagaimana perasaan Anda pada sidang pengadilan lalu. Anda tentu nervous menghadapi pertanyaan-pertanyaan dari Jaksa yang galak itu?” tanya sang direktur.
Sang penjaga rel menjawab, “Ya, Pak. Saya sangat tegang saat itu. Detik demi detik hati saya dicekam rasa takut kalau Jaksa sampai menanyakan, 'Apakah lentera itu menyala?'” Sumber

Jangan Lekas Ambil Jalan Pintas

  • i
Untung sudah kelas dua. Dalam kesempatan camping seangkatan di Lembah Sukorejo, Kendal, Untung yang menjadi ketua regu mengalami pusing-pusing berat karena sejak mendirikan tenda hingga makan malam kehujanan.
Siapa yang mau pusing dalam keadaan camping macam itu? Malam hari, Untung semakin tidak tahan dengan pusingnya.
“Minum ini, pasti lekas sembuh!” kata seorang teman sambil menyodorkan segelas penuh anggur ketan hitam.
Tanpa pikir panjang dan karena ingin cepat sembuh serta bisa menikmati camping dengan ceria, Untung langsung menenggak anggur tersebut.
Beberapa detik kemudian, Untung langsung terjatuh dan kepalanya semakin nyut-nyutan. Untung muntah-muntah. Setiap kali Untung membuka mata, serasa semuanya berputar-putar. Untung lalu dicekoki bergelas-gelas air putih oleh teman-temannya. Untung baru tahu, kalau waktu itu dirinya mabuk anggur ketan hitam yang diminum dalam porsi yang tidak proporsional.
“Wah, maunya sembuh dari pusing malah tewas!” seloroh temannya.
“Makanya, jangan suka menempuh jalan pintas!” celoteh yang lain.
Sebuah pepatah berbunyi, “gali lubang tutup lubang.” Godaan dalam setiap kehidupan memang seperti itu. Orang mempunyai niat untuk menyelesaikan soal, tetapi ada godaan mencari jalan pintas untuk menyelesaikan persoalan itu. Akibatnya, muncullah persoalan baru, yang kadang lebih parah. Maka, baiklah kita memohon kebijsaksanaan agar dapat mengatasi dan menyelesaikan soal dengan tanpa menimbulkan persoalan baru yang lebih parah.Sumber

Ketika Mulut Lebih Cepat Daripada Kepala

  • i
“Heh! Kamu terlambat lagi! Lihat, burung peliharaanku hari ini tidak mau berkicau gara-gara terlambat kau beri makan. Makanya, jangan cuma bisa menuntut hak. Jangan cuma bisa menuntut agar saya mematuhi peraturan UMR! Perhatikan kewajibanmu! Imbangi dengan semangat kerja yang tinggi!” bentak Pak Panurata yang marah karena pembantunya terlambat datang.
“Maaf, Pak….”
“Tiada maaf bagimu! Kalau memang sudah tidak berniat bekerja di sini lagi, besok pagi silakan kamu mencari kerja di tempat lain saja!”
“Sekali lagi, maaf Pak. Saya tadi sudah berusaha berangkat lebih awal tapi di tengah jalan saya terpaksa berhenti. Ada kerumunan orang di dekat pasar, Pak. Setelah saya tengok, di tengah-tengah kerumunan itu ternyata ada istri Bapak yang sedang kambuh epilepsinya. Maaf, Pak, saya terpaksa membawanya ke rumah sakit. Itu sebabnya saya terlambat datang.”  Sumber

Ujian Bagi Ahli Bedah

  • i
Seorang ahli bedah di Wina menyatakan kepada para mahasiswa, bahwa ahli bedah membutuhkan dua hal: bebas rasa muak dan kemampuan mengamati.
Lalu, ia mencelupkan jari dalam cairan yang memuakkan dan menjilatnya, lalu mempersilakan setiap mahasiswa untuk berbuat yang sama. Semua mereka mengeraskan diri dan berhasil melakukan hal sama tanpa berkedip.
Lalu, dengan senyum, ahli bedah berkata, “Saudara-saudara kuucapkan selamat, karena lulus ujian pertama. Tetapi sayang, belum yang kedua, sebab tidak satu pun dari kalian memperhatikan, bahwa jari yang kujilat tadi bukan jari yang kumasukkan dalam cairan.” Sumber

Maksud Baik Tak Selamanya Baik

  • i
Ada sebuah cerita tentang persahabatan antara seekor kera dan ikan-ikan di sebuah kolam.

Kera senang duduk di atas dahan pohon yang menjulur ke arah kolam sedangkan ikan-ikan senang memunculkan diri ke permukaan air. Mereka telah lama berkenalan dan tiap hari tampak akrab berbincang-bincang.
Pada suatu hari terjadi banjir besar. Kera yang gerakannya cekatan itu segera menyelamatkan diri dengan memanjat pohon tinggi. Tiba-tiba ia teringat akan para sahabatnya di kolam.

Dengan cepat si kera pun turun dari pohon dan mengambil ikan-ikan itu satu per satu lalu dibawahnya ke atas dahan. Katanya, “Kuselamatkan kalian dari banjir, agar jangan tenggelam.”
Bagaimana kesudahannya? Ikan-ikan itu bukannya selamat tetapi mati lemas. Aneh, bukan? Sumber

Begitu Mudahnya Kita Berjanji

  • i
Alkisah, seorang pemabuk berjalan sempoyongan pulang ke rumah di malam hari. Di tengah jalan, ia dicegat oleh dua orang begal. “Serahkan semua uangmu!” kata salah satu dari perampok.
Si pemabuk dengan gemetar meraba-raba kantung bajunya untuk mencari sisa uang yang barangkali masih ada. Dengan setengah sadar, ia masih ingat sepertinya masih punya uang di kantung bajunya. Tapi, ia heran karena tangannya tak menemukan apa-apa.
“Kalau kamu tidak menyerahkan uangmu, kamu akan kami bunuh!” perampok kedua mengancam sambil menempelkan ujung pisaunya di leher si pemabuk. Dengan gemetar, si pemabuk menjawab, “Beri aku waktu sebentar.” Perampok itu menarik kembali pisaunya.
Pemabuk itu lalu berlutut di tanah, kedua telapak tangannya menengadah  ke langit. Ia berdoa di dalam hati, “Tuhan, tolonglah aku. Jika Engkau selamatkan aku dari para perampok ini, aku berjanji tidak akan mabuk-mabukan lagi.”
Begitu selesai berdoa, ia merasa ada sesuatu yang jatuh dari dalam bajunya. Ternyata sekeping uang perak. Menyadari bahwa ia sudah mendapatkan apa yang ia butuhkan, ia segera melanjutkan. “Tuhan, lupakan doaku.”
Ini hanya anekdot lawas. Mungkin Anda sering menjumpainya dalam versi yang berbeda. Seperti biasa, anekdot ini menyindir perilaku kita lewat kelakuan si pemabuk. Pemabuk itu menganggap uang yang jatuh di dalam bajunya bukan pemberian Tuhan atas doanya sehingga ia punya alasan untuk tetap mabuk-mabukan lagi.
Ini persis seperti kelakuan kita. Kita begitu mudah berjanji, sering kali atas nama Tuhan, dan begitu mudah pula melupakannya. Saat dilantik memegang jabatan atau profesi, kita bersumpah. Saat menikah, kita berjanji. Waktu berbisnis dengan orang lain, kita juga berjanji. Tapi betapa mudah kita melanggar janji yang sudah kita sepakati itu. Lebih buruk lagi, kita tidak pernah mau mengakui bahwa kita telah melanggar janji. Kita menganggap gaji yang kita terima atau kesetiaan pasangan itu sebagai uang koin yang jatuh begitu saja dari baju kita. Sumber

Jaga Kelebihan Yang Kita Miliki

  • i
Adalah sebuah kisah yang menceritakan kehidupan dari tiga makhluk yang sangat bersahabat satu sama lain. Mereka adalah si KKS: Kura-kura, Kodok, dan Kaki Seribu. Mereka adalah sobat karib, yang selalu kompak dan serasi. Setiap berjumpa dan berpisah mereka berseru: KKS, yes!
Suatu hari, Kura-kura membuat pesta kecil-kecilan pada hari ulang tahunnya. Dia hanya mengundang dua sobat karibnya itu. Mereka sangat senang, ngobrol, makan, minum, bergurau, dan banyak lagi yang mereka lakukan bersama. Sekarang tibalah mereka pada acara tiup lilin dan potong kue tart dengan tulisan KKS. Tiba-tiba si Kodok tersadar, “Lo, Ra, koreknya mana? Kamu kan mesti tiup lilin?”
Kura-kura juga baru ingat bahwa dia lupa beli korek api, “Iya, ya… maaf aku lupa tidak sediakan korek. Soalnya tadi belanja di mall, sulit dapat korek. Kalau begitu kamu saja yang beli Dok, warungnya dekat kan?”
“Lo kok aku sih? Kan tuan rumahnya, kamu Ra...” jawab Kodok menolak.
“Iya sih, tapi kan aku jalannya lambat dan santai. Kalau kamu kan bisa cepat dan dari jauh udah bisa beri isyarat kalau dapat atau tidak,” sahut Kura-kura.
“Ah, tidak bisa begitu dong. Aku 'kan undanganmu. Lagian kalau soal cepat, pasti si Kaki Seribu lebih cepat dari aku. Kakinya aja ada seribu!”
“Oh, iya ya. Kamu aja deh yang pergi, temanku Kaki Seribu ....”
“Kok jadi aku sih?” Kaki Seribu bermaksud menolak.
Akhirnya si Kaki Seribu pergi juga membeli korek api.
Si Kodok dan Kura-kura menunggu, sambil bercerita tentang apa saja. Mereka tertawa, gembira, dan saling bercanda. Lima menit menunggu, Si Kaki Seribu belum datang juga. Sepuluh menit. Dua puluh menit. Satu jam … Ternyata sampai tiga jam sang Kaki Seribu belum nongol juga.
“Kok teman kita Kaki Seribu belum datang juga ya? Jangan-jangan dia mengalami kecelakaan di jalan, patah kaki separuh?” cemas Kodok.
“Iya nih, aku jadi kuatir, kita susul aja yuk,” ajak Kura-kura.
Saat si Kura-kura membuka pintu ternyata si Kaki Seribu sudah berada di depan pintu.
“Nah, ini dia!” kata Kura-kura.
“Iya nih dari tadi ditunggu. Sampai capek yang nunggu. Mana korek apinya?”
Kaki Seribu hanya bisa menjawab, “Boro-boro korek api.. Jalan saja belum..”
“Belum jalan? Memangnya dari tadi ngapain aja?” tanya teman-temannya.
Jawab Kaki Seribu, “Yeee… kamu enggak lihat nih, aku lagi pakai kaos kaki, belum sepatunya!”
Setiap manusia mempunya suatu ‘kelebihan’ dalam dirinya. Entah berupa kecantikan atau ketampanan wajah, keindahan badan, keindahan bentuk mata/hidung/alis/bibir, atau masih banyak yang lainnya. Atau mungkin juga kelebihan dalam hal kepandaian, menari, menyanyi, dan kepandaian lainnya.

Akan tetapi satu yang perlu diingat, setiap kelebihan juga sekaligus merupakan ‘kekurangan’ kita. Bila tidak berhati-hati dalam menjaga dan menggunakannya. Syukurilah apa yang menjadi kelebihan dalam diri kita. Kita jaga baik-baik, agar kelebihan kita dapat dipakai dengan benar. Dapat menjadi berkat untuk kita dan orang-orang yang ada di sekitar kita. Sumber

Bahagia Atas Anugerah

  • i
Seorang anak kecil berjalan mendekati sebongkah batu besar dan bertanya, “Batu besar, apa pekerjaanmu?”
“Saya berbaring di atas tanah,” jawab batu besar.
“Bila malam hari tiba, apa yang kamu kerjakan?” tanya anak itu lagi.
“Saya berbaring di atas tanah.”
“Dan bila musim hujan tiba?”
“Saya tetap berbaring di atas tanah.”
“Kamu batu yang malang,” kata anak itu.
“Saya tidak merasa sedih,” jawab batu itu. “Saya bahagia menjadi sebuah batu. Sementara engkau berlompat-lompat dan berlari-lari, saya tetap berbaring. Saya tidak merasa kecewa. Saya tidak takut kegelapan malam. Anak kecil, dengarlah bahwa saya sangat bangga dan bahagia dengan cara saya seperti ini.”
Bangga pada diri sendiri atas anugerah apa pun yang diberikan-Nya, merupakan kebahagiaan yang luar biasa. Sumber

Piagam Penghargaan

  • i
Seorang bapak keluarga sedang mengatur suatu ruangan yang baru saja selesai dibangun. Pikirnya, mungkin baik bila ruangan ini dijadikan sebuah museum keluarga untuk menempatkan semua piala dan piagam penghargaan yang telah diterima olehnya dan juga kedua anaknya. Kedua anaknya kerap kali memenangkan aneka perlombaan atletik.
Ketika ia sedang mengatur tanda-tanda penghargaan itu, ia berkata kepada istrinya yang ada di sampingnya. “Hanya kamu di dalam keluarga ini yang tidak mempunyai piagam penghargaan.”
Pada hari berikutnya, sang istri memasang surat akte kelahiran kedua anaknya yang sudah terbingkai rapi, di antara piagam-piagam yang lain.Sumber

Menolong Karena Cinta

  • i
Pada suatu hari anak lelaki Pangeran Junjung Bumi minum tuak sampai mabuk, lalu pergi menunggang kuda. Di tengah jalan kuda itu lepas kendali dan jatuh ke dalam jurang. Si anak lelaki terluka sangat parah namun berhasil diselamatkan oleh seorang tabib.
Karena rasa syukurnya, Pangeran Junjung Bumi memberikan banyak hadiah istimewa kepada sang tabib. Selang beberapa hari, di sebuah surat kabar lokal muncul kolom ucapan terima kasih dari Pangeran bagi sang tabib. Segera saja nama sang tabib menjadi terkenal di seluruh wilayah itu.
Beberapa waktu kemudian, sebuah surat dilayangkan oleh sang tabib kepada Pangeran. Bunyinya, “Pangeran telah memberi saya hadiah lebih dari cukup. Untuk itu semua, saya sangat berterima kasih. Namun demikian, saya merasa prihatin sewaktu membaca kolom ucapan terima kasih di surat kabar itu. Adakah Pangeran sebenarnya menyangsikan ketulusan hati saya dalam menolong?”
Berbahagialah orang yang menolong sesamanya semata-mata karena cinta Sumber

Dirimu Sendirilah Problemnya

  • i
Seorang mahasiswa yang amat tertarik akan negara-negara dunia ketiga pergi ke India. Ia mengalami cultural shock. Apa-apa saja dianggap mengganggunya: iklimnya, makanannya, kondisi hidupnya, penduduknya. Namun, yang sungguh-sungguh merisaukan adalah seekor cicak yang ada di kamarnya.
Ia sangat jengkel. Dengan berbagai cara ia mencoba menangkap cicak itu tapi tak berhasil. Cicak itu bersembunyi di belakang lemari. Dalam keputusasaannya itu, malah terbersit dalam benaknya, mengapa tidak berteman saja dengan si cicak itu.
Pertama-tama, ia memberi cicak itu sebuah nama. Lalu ia mencoba mengajaknya bicara. Ternyata ia menemukan hal-hal yang baik, salah satunya yaitu bahwa cicak memakan nyamuk dalam kamarnya.
Setelah beberapa hari, mahasiswa itu mulai sadar bahwa problemnya tidak datang dari luar dirinya, melainkan dari dalam dirinya. Sumber